Rabu, 18 April 2012

Akhlak dan Perilaku Mulia Dalam Kehidupan Rumah Tangga

0 komentar

Oleh: Mai Muthiah

Seringkali pihak ketiga dianggap faktor utama yang memicu pertikaian di dalam rumah tangga. Namun jika kita pelajari lebih dalam lagi, segala ketidakserasian rumah tangga yang terjadi lebih disebabkan oleh akhlak dan perilaku serta komunikasi suami atau istri sendiri.

Terkadang sikap jauh dari tuntunan agama yang dipraktikkan dapat memupuk tiap perselisihan antara suami dan istri, kemudian menumbuhkan konflik yang dapat berbuah perceraian.

Tidak ada manusia yang lebih sempurna akhlak dan perilakunya daripada Nabi SAW sebagai panutan sekaligus suatu anugerah dari Allah SWT yang telah memberi taufik kepada beliau. Tidak ada satu pun kebagusan dan kemuliaan melainkan didapatkan pada diri beliau dalam bentuk yang paling sempurna dan paling utama. Sahabat Anas bin Malik ra yang selalu menyertai Nabi SAW menyatakan, “Adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam manusia yang paling bagus akhlaknya”.

Gambaran apa saja yang diperintahkan Alquran selalu beliau lakukan. Dan apa saja yang dilarang Alquran beliau tinggalkan. Selain Allah SWT menciptakan beliau dengan tabiat dan akhlak yang mulia seperti rasa malum, dermawan, berani, penuh pemaafan, sangat sabar dan lain sebagai dari perangai-perangai yang baik.

Kebagusan akhlak beliau juga ditunjukkan ketika bergaul dengan istri, sanak family, sahabat, masyarakat bahkan dengan musuhnya sekalipun. Maka tidak heran masyarakat Quraisy yang paganis ketika itu memberi gelar pada beliau “Al Amin” artinya orang yang terpercaya, jujur, tidak pernah dusta lagi amanah sebagai bentuk pengakuan terhadap salah satu pekerti beliau yang mulia.

Keberadaan Rasulullah SAW sebagai pemimpin tiap hari tersibukkan dengan beragam persoalan umat, mengurusi dan membimbing mereka bukanlah menjadi alasan beliau untuk tidak meluangkan waktu membantu istri di rumah. Bahkan didapati beliau adalah orang yang perhatian terhadap pekerjaan di dalam rumah sebagaimana persaksian Aisyah ra ketika ditanya tentang apa yang dilakukan Rasulullah SAW di dalam rumah.

Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan: “Beliau biasa membantu istrinya. Bila datang waktu shalat beliau pun keluar untuk menunaikan shalat”. Sifat penuh pengertian, kelembutan, kesabaran dan mau memaklumi keadaan istri amat lekat pada diri Rasul.

Cerita dan kisah di atas memberikan gambaran kepada kita semua tentang indahnya rumah tangga seorang muslim yang memerhatikan akhlak mulia dalam pergaulan suami istri sebagaimana rumah tangga Rasulullah SAW.

Sehingga perhatian terhadap kemuliaan akhlak ini menjadi satu keharusan bagi seorang suami maupun seorang istri. Karena terkadang ada orang yang bisa bersopan santun berwajah cerah dan bertutur manis kepada orang lain di luar rumah namun hal yang sama sulit ia lakukan di dalam rumah tangganya.

Ada orang yang bisa bersikap pemurah kepada orang lain, ringan tangan dalam membantu, suka memaafkan dan berlapang dada, namun giliran berhadapan dgn “orang rumah” istri ataupun anak sikap seperti itu tidak tampak pada dirinya.

Menyinggung akhlak Rasulullah SAW kepada keluarga, maka hal ini tidak hanya berlaku kepada para suami, sehingga para istri merasa suami sajalah yang tertuntut untuk berakhlak mulia kepada istrinya. Sama sekali tidak dapat dipahami seperti itu. Karena akhlak mulia ini harus ada pada suami dan istri sehingga bahtera rumah tangga dapat berlayar di atas kebaikan. Memang suamilah yang paling utama harus menunjukkan budi pekerti yang baik dalam rumah tangga karena dia sebagai qawwam, sebagai pimpinan.

Lalu suami juga dituntut untuk mendidik anak istri di atas kebaikan sebagai upaya menjaga mereka dari api neraka. “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakar adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yg diperintahkan”. (QS At Tahrim: 6)

Seorang istri juga harus memerhatikan perilaku kepada sang suami sebagai pemimpin hidupnya. tidak pantas seorang istri “memperlihatkan” kepada suami ucapan yang kasar, sikap membangkang, membantah dan mengumpat.

Tidak semestinya ia tinggi hati terhadap suami baik dari sisi keturunan, kekayaan dan setinggi apa kedudukannya. Tidak boleh juga ia melecehkan keluarga suami, menyakiti orang tua suami, menekan suami agar tidak memberikan nafkah kepada orang tua dan keluarganya.

Dan kenyataannya, banyak didapati istri yang berani kepada suaminya, bahkan tidak segan saling berbantah dengan suami bahkan lebih parahnya lagi adu fisik. Ia tidak merasa berdosa ketika membangkang pada perintah suami dan tidak menuruti kehendak suami. Ia merasa tenang-tenang saja ketika hak suami ia abaikan.

Nabi SAW juga memberi kabar gembira kepada para sahabat tentang perbendaharaan harta mereka yang terbaik di mana harta ini lebih baik dan lebih kekal yaitu istri yang shalihah, yang cantik lahir batin. Karena istri yang seperti ini akan selalu menyertai suaminya. Bila dipandang suami ia akan menyenangkannya.

Ia tunaikan kebutuhan suami bila suami membutuhkannya. Ia dapat diajak bermusyawarah dalam perkara suami dan ia akan menjaga rahasia suaminya. Bantuan kepada suami selalu diberikan, dan ia menaati perintah suami. Bila suami sedang bepergian meninggalkan rumah ia akan menjaga diri harta suami dan anak-anaknya.

Wahai para istri shalihah, perhatikanlah akhlak kepada suami dan kerabatnya. Ketahuilah akhlak yang baik itu berat dalam timbangan nanti di hari penghisaban dan akan memasukkan pemiliknya ke dalam surga.

Abu Hurairah ra berkata: “Rasulullah ditanya tentang perkara apa yang paling banyak memasukkan orang ke dalam surga. Beliau menjawab, ‘Takwa kepada Allah dan budi pekerti yang baik. Ketika dita tentang perkara yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka, beliau jawab ‘Mulut dan kemaluan’.

Untuk para suami, hendak pula memperhatikan pergaulan dengan istri, karena Nabi SAW bersabda: “Mukmin yg paling sempurna iman adl yg paling baik akhlak dan sebaik-baik kalian adl yg paling baik terhadap istri-istrinya.” Wallahua’lam.


*) Mai Muthiah, tinggal di Purwakarta

Sumber :http://pkspesanggrahan.blogspot.com/2012/01/akhlak-dan-perilaku-mulia-dalam.html

Leave a Reply