Senin, 16 April 2012

Hakikat Cinta

0 komentar

Banyak orang-orang yang seringkali hadir dalam majlis-majlis ilmu tapi kehidupannya tetap terlihat gersang dengan seiring berjalannya waktu.Banyak orang-orang yang Al Qur’an selalu dalam genggamannya, jihad adalah tujuannya, kajian-kajian tak pernah sepi dari kehadirannya dirinya. Tapi hidupnya tak ada yang berubah, yang berubah hanyalah sebuah style kehidupan tapi tidak dengan jiwa yang kering kerontang haus dengan cinta yang sesungguhnya.

Saya ingin kembali melakukan pembahasan tentang ini, karena ini sangat penting untuk bekal kita melangkah kedepannya. Tapi untuk pembahasan kali ini saya ingin menghadirkan ustadz Syatori Abdurrouf -semoga Allah subhanahuwata'ala memuliakan beliau- ketengah-tengah anda. Ini adalah tulisan yang saya salin dari rekaman taujih beliau tentang Hakikat Cinta. Semoga menjadi amal untuk beliau Rahimahullah, dan kita bisa memetik ilmu atas apa yang beliau sampaikan dan ajarkan.

***

Bagaimana islam mengatur persoalan-persoalan cinta. Dalam hal ini kita sepakat bahwa cinta merupakan perasaan, perasaan hati. Oleh karena itu cinta adalah sesuatu yang abstrak. Kalau cinta sesutu yang abstrak maka cinta sesungguhnya tidak bisa dikaitkan dengan sesuatu yang bersifat kongkret. Artinya, kita mencintai sesuatu itu karena memang kita mencintainya.

Jadi kalaupun kita ditanya kenapa anda mencintainya? Yaitu sesutu yang sulit untuk di kongkirtikan karena dia sesuatu yang abstrak. Kenapa anda mencintai benda ini, kenapa anda mencintai orang itu, sulit untuk di kongkritkan. Kalaupun ada yang mencoba mengkongkritkan perasaan cinta itu dengan alasan-alasan yang kongkrit maka sesungguhnya itu menunjukkan dia tidak mencintainya sebagaimana mestinya. Jadi kalau ada yang mengatakan kepada anda, saya mencintai anda karena gagah, karena anda punya banyak pengikut, atau seorang suami kepada istrinya karena adinda cantik, jawaban seperti itu menunjukkan kalau dia sesungguhnya tidak mencintai.

Saya katakan tidak mencintai. Kalaupun yang dia cintai hal-hal yang sifatnya kongkret, sehingga logikanya ketika seseorang mencintai sesutu yang kongkret maka ketika kekongkretan itu hilang, maka cinta itupun akan hilang. Maka kembali dikatakan cinta itu merupakan sesuatu yang abstrak, karena dia sesuatu yang abstrak maka dia tidak bisa dikait-kaitkan dengan sesuatu yang kongkret. Kita mencintai sesuatu karena memang kita mencintainya.

Ini adalah hakikat cinta dalam tinjauan umum. Lalu apakah ada konsep cinta didalam islam?

Islam mencakup seluruh aspek kehidupan manusia sehingga cinta inipun ada didalamnya. Dalam islam, cinta itu lebih merupakan adalah anugrah Allah subhanahuwata’ala. Oleh karena itu cinta dalam pandangan seorang muslim yang taat merupakan sesuatu yang tidak perlu diupayakan. Seorang muslim ketika dianugrahkan cinta kepada sesuatu, maka cinta itu akan hadir begitu saja tanpa dia kuasa menolaknya. Jadi dia tidak perlu mengusahakan hadirnya cinta itu dan diapun tidak merasa perlu menolak cinta itu, karena cinta itu lebih merupakan anugrah Allah subhanahuwata’ala.

Kalau Allah subhanahuwata’ala telah menganugrahkan sesuatu kepada seseorang, siapapun tidak akan ada yang bisa menolaknya begitupun ketika Allah subhanahuwata’ala tidak memberikan sesuatu kepada seseorang. siapapun tidak akan ada yang bisa mengusahakannya dengan prinsip yang terkait dengan masalah-masalah akidah.

Persoalannya nanti adalah kapan rasa cinta itu tumbuh kepada sesuatu atau kepada seseorang? Dalam hal ini, akan berbanding lurus dengan seberapa jauh kekekalan cinta dia kepada Allah subhanahuwata’ala. Jadi cinta dia kepada selain Allah subhanahuwata’ala lebih merupakan semacam refleksi dari cinta dia kepada Allah subhanahuwata’ala. Dalam arti kata ketika seseorang muslim betul-betul mencintai Allah subhanahuwata’ala maka Allah subhanahuwata’ala akan mengaruniakan rasa cinta kepada dia, kepada siapa saja yang dicintai Allah subhanahuwata’ala, dan ini akan sesuai dengan cinta dalam konteks umum tadi, sesuatu yang memang bersifat abstrak.

Jadi kok tiba-tiba saja saya mencintai dia, dimana dia notabenenya adalah memang orang-orang yang dicintai Allah subhanahuwata’ala. Inilah nanti hakikat dari makna dalam kajian akidah, bahwa salah satu hikmah seseorang yang betul-betul mencintai Allah subhanahuwata’ala dia pasti akan mencintai siapa saja yang dicintai Allah subhanahuwata’ala.

Salah seorang ulama yang merupakan guru dari imam syafi’I, dia pernah berhujah bahwa barang siapa yang mencintai Allah subhanahuwata’ala maka dia akan mencintai siapa saja yang dicintai Allah subhanahuwata’ala, meskipun dia belum lama bergaul dengan orang tersebut, meskipun sebelumnya mereka belum saling kenal, tapi dari pandangan pertama dia akan faham bahwa ini adalah orang yang dicintai oleh Allah subhanahuwata’ala. Maka timbullah mahabbah dalam istilah Rasulullah shallallahu’alahiwassalam dikatakan dua orang yang saling mencintai.

Jadi cinta itu tumbuh begitu saja. Tidak tepat ketika sebuah pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta. Hal ini tidak berlaku didalam pandangan islam. Meskipun mereka tidak saling mengenal siapa dia, siapa saya, tapi kalau keduanya adalah orang-orang yang sama-sama mencintai Allah subhanahuwata’ala maka begitu bertemu akan saling tumbuh rasa saling mencintai itu. Siapa yang menumbuhkan itu? Itulah Allah subhanahuwata’ala. Oleh karena itu, untuk membangun cinta itu dalam islam tidak harus mengenali orang yang hendak kita cintai itu luar dalam. Selama kita mencintai Allah subhanahuwata’ala dan dia juga mencintai Allah subhanahuwata’ala, pada pandangan pertama InsyaAllah rasa cinta itu sudah tumbuh dengan sendirinya jikapun kita menolaknya kita tidak akan mempu menolaknya meskipun barangkali suara nafsu kita, suara nafsu kita tidak akan pernah diam.

Antum kok mencintai orang yang tidak cantik, orang yang tidak gagah, orang yang tidak kaya atau orang yang tidak memiliki kelebihan apa-apa, tapi semua itu akan mudah dilibas oleh cinta kita kepada Allah subhanahuwata’ala. Sehingga dalam hal ini persaingannya adalah antara SEJAUH MANA CINTA KITA KEPADA ALLAH SUBHANAHUWATA’ALA DAN SEJAUH MANA KEDEKATAN KITA DENGAN NAFSU KITA. Itulah yang akan menentukan siapa yang akan kita dicintai dan kita akan dicintai oleh siapa.

Jadi kembali pada awalnya adalah sejauh mana kita mencintai Allah subhanahuwata’ala.

Oleh karena itu, salah satu diantara rahasia kenapa orang-orang dahulu selalu sukses membina berbagai macam bentuk kebersamaan, baik kebersamaan dalam dakwah, kebersamaan dalam jihad atau dalam membangun keluarga, itupun semua karena mereka menetapkan cinta mereka kepada Allah subhanahuwata’ala sebagai awal sebelum mereka mencintai yang lain. Dalam arti kata, biarlah cinta saya kepada orang lain itu diatur oleh Allah subhanahuwata’ala, sehingga menikah tanpa pernah tau siapa calon istri saya, siapa calon suami saya, tidak masalah. Karena ketika bertemu langsung, cinta itu tumbuh meskipun mungkin secara lahiriyah suami itu tidak melihat kecantikan pada calon istrinya bagitupun istri tidak melihat ketampanan pada calon suaminya.. Tapi semua itu akan muda dilibas oleh kekuatan cinta kepada Allah subhanahuwata’ala, maka tidak akan ada sikap menyesal atau kecewa, yang ada adalah hanya sikap saling mencintai dengan tulus yang disandarkan pada Allah subhanahuwata’ala.

Kita kembali pada “barang siapa yang mencintai siapa yang dicintai Allah subhanahuwata’ala maka dia akan mencintai apa saja yang dicintai oleh Allah subhanahuwata’ala” dan inilah merupakan suatu hikmah. Jadi kalau kita mencintai ahli ibadah mesti kita akan mencitai ibadah, kalau kita mencintai orang-orang yang suka membaca Al Qur’an, insayAllah kita akan suka dengan membaca Al Qur’an, karena antara pelaku dengan apa yang dilakukan tidak bisa dipisahkan dalam masalah kebaikan. tidak mungkin seseorang mencintai ahli dzikir sementara dia tidak suka zikir, dan tidak mungkin seseorang mencintai seorang ahli ibadah kalau dia tidak pernah ibadah.

Ini adalah sifat-sifat yang dimiliki oleh aulia-aulia, kekasih-kekasih Allah subhanahuwata’ala. Sehingga siapaun yang memiliki sifat ini maka dia tidak akan pernah merasakan takut dan tidak pernah merasa cemas. Allah subhanahuwata’ala sendiri yang mengatakan “sesungguhnya kekasih-kekasih Allah subhanahuwata’ala, tidak ada rasa ketakutan dan mereka juga tidak pernah ada rasa sedih”. Ini adalah satu resep orang hidup bahagia. Orang yanghidup bahagia tidak akan pernah merasa takut, tidak akan pernah merasa cemas karena Allah subhanahuwata’ala selalu bersama.

Rasulullah shallallahu’alahiwassalam mengungkapkan kepada kita beberapa kemestian orang yang mencintai Allah subhanahuwata’ala. Yang dengan kemestian-kemestian tersebut kita bisa mengukur cinta kita kepada Allah subhanahuwata’ala sudah benar atau belum.

1. Lebih memilih ucapan kekasihnya ketimbang selain ucapan kekasihnya

2. Lebih memilih bergaul dengan kekasihnya ketimbang bergaul dengan selain kekasihnya

3. Lebih memilih keridhaan kekasihnya dari pada keridhaan selain kekasihnya

Disinilah akan terbukti seberapa jauh tingkat cinta kita kepada Allah subhanahuwata’ala. Lebih memilih Allah subhanahuwata’ala atau orang lain. Komitmen cinta seorang muslim akan di uji di sini.

Cinta dihadapkan pada 2 unsur, unsur nafsu dan unsur rabbani. Saya sering dihadapkan pada banyak pertanyaan, “saya tidak bisa mencintai dia padahal dia orang yang baik, padahl dia bertakwa, padahal dia orang yang taat” ya tentu saja jawabannya adalah bahwa itu menunjukkan anda belum sepenuhnya baik, anda belum sepenuhnya takwa, anda belum sepenuhnya mencintai Allah subhanahuwata’ala. Jadi kalau memang sudah begitu masalahnya, sesungguhnya tidak ada problem. Kita mesti mencintai siapa saja, apa saja yang dicintai Allah subhanahuwata’ala. Jika ada teman yang mengatakan dia itu baik, dia itu din-nya baik, dia itu akhlaknya baik, dia itu akidahnya, dia itu ibadahnya baik, insyaAllah rasa cinta itu akan tumbuh dengan sendirinya tanpa kita harus tau mengorek siapa dia sesungguhnya, mengoreknya yang sifatnya fisik, yang sifatnya lahiriyah dan duniawiyah.

Kita itu kadang menganggap sesuatu itu sebagai sesuatu yang sulit, saya rasa bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah karena kita lama, lama tidak lagi mencoba, lama tidak lagi mengenalinya dengan baik. Sehingga ibarat orang pernah bersepeda, karena telah lama tidak bersepeda sehingga terasa sulit ketika bersepeda lagi. Bagitupula barangkali gambaran orang-orang yang sebenarnya mencintai Allah subhanahuwata’ala, kemudian lama Allah subhanahuwata’ala tidak dicintai seolah-olah untuk mencintai Allah subhanahuwata’ala begitu amat sulit. Saya rasa bukan masalah sulit atau tidak sulit tapi menyangkut masalah penjiwaan kita pada hakikat cinta ataupun hakikat-hakikat yang lain itulah yang kemudian dituntutkan kepada kita semua untuk lebih memperdalamnya lagi.

Mudah-mudahan Allah subhanahuwata’ala mempermudah kita untuk mencintai Alalh subhanahuwata’ala dan mencintai siapa saja yang dicintai Allah subhanahuwata’ala.

Ada orang-orang bodoh yang frustasi ketika cintanya di tolak. Saya hanya mencoba untuk menyampaikan kembali apa yang telah pernah disampaikan oleh Hasan Bisri. Jadi Hasan Bisri pernah mengatakan “barang siapa yang mencintai selain Allah subhanahuwata’ala, cintanya tidak dia nisbahkan kepada Allah subhanahuwata’ala (berarti cintanya diletakkan pada fisik, duniawiyah) ini adalah karena bodohnya dia, karena kurangnya dia dalam mengenali Alalh subhanahuwata’ala”

Rasulullah shallallahu’alahiwassalam juga pernah memerintahkan kita “cintailah aku karena cinta kalian kepada Allah subhanahuwata’ala”

Jadi mestinya ketika seorang muslim mencintai sesuatu, adakah ini merupakan refleksi cinta saya kepada Allah subhanahuwata’ala, kalau ada maka itulah yang menjadi pegangan kuat kita untuk mencintai dia. Tapi persoalanya kemudian sulit ketika cinta itu disandingkan pada hal-hal fisik lahiriyah, sehingga menunjukkan dia orang yang bodoh. Sehingga memang ketika cinta dia tertolak oleh orang lain, diapun akan memutuskannya dengan kebodohan dan ketidaktahuan atau kekurangan cintanya kepada Allah subhanahuwata’ala. Jadi ketika kemudian ada orang mengatakan “saya mencintai anda”, kita harus balik bertanya atas dasar apa anda mencintai saya? Kalau dia mengatakan karena anda cantik, anda tolak cinta itu, itu cinta semu, itu cinta palsu. Tapi kalau dikatakan saya mencintai anda, saya tidak tau siapa anda, saya tidak pernah lihat anda siapa, saya tidak tau anda punya kekayaan atau tidak, tapi saya dengar anda adalah orang yang baik din-nya, maka terimalah cinta orang seperti itu, maka cinta itu akan langgeng selama-lamanya, tidak hanya didunia tapi juga di akhirat.

Jadi terapinya sekali lagi, semuanya kembali kepada kita semua, sejauh mana kta menemukan Allah subhanahuwata’ala dalam seluruh objek-objek alam semesta yang kita jumpai ini.

Wallahualam

***

Oleh : Faguza Abdullah

Sumber : http://www.islamedia.web.id/2011/06/hakikat-cinta.html

Leave a Reply